RSS

Saturday, October 7, 2017

Misbud 2017 Perancis-Italia-Serbia : Perancis.


Perancis : Paris.




note : semua foto koleksi foto pribadi kecuali disebutkan sumbernya.


Let's start the story. 
Check in dulu.

transit sesaat di Abu Dhabi.

Menanti Paris.



landing di Charles de Gaulle.

Sempet bingung bagaimana mau nyeritainnya soalnya mayan lama perginya. Jadi saya mencoba nulis per negara dan per kota. Kepergian saya ini dalam rangka misi budaya Liga Tari UI 2017. Tentunya akan berbeda cerita bila pergi murni untuk traveling. Kota pertama yang saya dan teman - teman kunjungi adalah Paris. Berangkat dari Jakarta Sabtu sore tanggal 8 Juli 2017 naik Etihad saya sampai di bandara Charles De Gaulle Minggu 9 Juli 2017 pk.07.50 waktu Perancis setelah malamnya transit di Abu Dhabi. Urusan bagasi kelar sekitar sejam kemudian, ketemu guide kita yang dari festival, nungguin bus datang baru sekitar jam setengah 10an lah jalan dari bandara ke penginapan. Jadi berapa lama bakal di Paris? Cuma semalam aja karena besoknya sudah harus pindah kota buat ngikutin acara festival huhuhu. 


penginapan
Di Paris ini saya menginap di Auberge de Jeunesse Hi Paris Le d'Artagnan yang lokasinya sedikit diluar pusat kota. Karena belum bisa masuk kamar, bersih - bersih, touch up dilakukan di toilet umum hostel dan koper masuk di ruang penyimpanan di lantai bawah, terus langsung makan siang dan lanjut jalan. Hostelnya sendiri ada lift (penting), ada wifi tapi nyebelin karena hp saya susah sekali nyambungnya dan baru lancar pas mau berangkat pindah kota sementara yang lain ada yg konek dengan gampangnya, ruang makannya lumayan lega sistemnya ambil sendiri. Tapi saat makan malam sempat agak chaos karena ada rombongan juga yang makan disitu. Untuk kamarnya saya kebagian kamar bunk bed ber4 bentuknya memanjang yang dibatasi wastafel diantara bunk bed. Kamar mandi dan toilet di luar kamar. Untuk semalam rasanya cukup.

penampakan hostel dari luar difoto dari dalam bus.

makan siang pertama di hostel di Paris.
kamar hostel,tempat tidur saya yang kiri bawah.

transportasi
Meskipun dari bandara dijemput bus bukan berarti busnya bisa dipake jalan - jalan di Paris. Karena jalan - jalan di Paris ini diluar agenda festival jadi kita kelayapan naik metro alias kereta bawah tanahnya Paris. Begitu juga dengan sang guide, dia ikutan jalan - jalan ya untuk menemani saja apalagi dia sendiri bukan penduduk Paris. Tapi untungnya ada beberapa senior dan teman yang tinggal disini jadi mereka gantian nemenin jalan - jalan dari siang sampai malam. Sesi 1 ada mas Herman yang menemani sampai Notre Dame, sementara Sella akan nyusul di Louvre dan menemani hingga selesai. Diluar rombongan Liga Tari yang 26 orang itu (15 penari,5 pemusik, 2 pemusik profesional, saya dan 3 pendamping dari rektorat UI) ada supir bis kita yang ikutan jalan juga padahal tadinya dia mau pulang istirahat. Dari penginapan ke stasiun metro Porte de Bagnolet harus jalan kaki sekian menit yang nggak berasa karena asik ngobrol. Tiket metronya sendiri beli yang unlimited seharian bisa naik metro dan bis, kemarin kalau nggak salah ada harga khusus buat yang usianya dibawah 25 tahun. Kalau salah ya maafin aja ya. Maklum saya terima beres hehehe. Lengkapnya bisa diintip di webnya.

jalan - jalan
Karena sebagian besar anggota rombongan baru pertama kali ke Paris tentu saja jalan - jalannya ke objek wisata yang turis banget lah ya. Apalagi cuma sehari. Yang pertama tentu saja nengokin menara Eiffel. Habis foto grup ada waktu bebas buat foto berdua,bertiga,berempat dan sendiri. Saya ya ikutan foto - foto juga dong. Oh iya ada juga yang foto kertas berpesan untuk orang - orang terkasih. Macam wish you were here, salam sayang dari Paris, dan ada juga yang rame - rame beli suvenir Paris dari pedangan asongan. Yang dua terakhir ini saya nggak ikutan karena nggak tahu mau kirim pesan buat siapa hahahaha. Kalau suvenir nanti sajalah kalau ada yang lucu.

Bonjour Eiffel!

Kelar dari Eiffel langsung pindah ke Arc de Triomphe alias Gerbang Kemenangan, foto grup abis itu baru kelayapan di Champ Elysee. Btw kalau di Eiffel banyak banget yang nawarin souvenir di area seberang  Arc de Triomphe yang jadi spot foto kece,banyak yang pakai kostum ngajak foto terus minta bayaran dan malesinnya suka maksa. Mas Herman sudah ngingetin soal beginian dari Eiffel. Eh kejadian sama salah seorang teman. Dia dideketin sama yang nawarin jasa,udah ditolak malah maksa terus ngikutin kemana - mana sampai temen saya takut dan mau ngasih duit aja biar orangnya pergi. Ternyata minta duitnya banyak juga 10 euro. Untungnya berhasil diusir sama mas Herman meskipun orangnya ngomel - ngomel,karena teman saya udah nolak nggak mau foto bareng tuh orang. Jadi yaa kalau mendadak ada orang pakai kostum ngedeketin terus main ikut atau ngajak foto bareng mendingan langsung ditolak. Kalau sudah sampai foto bareng kelar deh urusannya langsung dipaksa bayar. Sayangnya cuaca mulai rada nggak bersahabat, dari adem mendung tahu - tahu gerimis eh terang lagi. Disini saya cuma foto - foto, jalan dari ujung ke ujung dan nyari minuman dingin terus ngadem di toko yang berpendingin. Gerah bikin haus sementara botol minum udah kosong. 

Arc de Triomphe dari seberang.


Arc de Triomphe dari bawah.

jejeran pohon yang rapih di Champ Elysee

meeting point di Champ Elysee.


Kemudian tempat foto berikutnya adalah Musee du Louvre alias Museum Louvre. Karena waktu yang terbatas saya dan yang lain hanya di pelataran saja nggak masuk ke dalam. Toh saat 2007 saya udah sempat masuk walaupun sebentar cuma buat ngeliat si Monalisa. Lagian kalau mau masuk dan menikmati museumnya akan lebih enak kalau menyediakan waktu paling nggak 1 hari khusus. Jadi nggak terburu - buru dan itu juga nggak yakin bisa santai melihat semua isi museum. Disini efek berjam - jam di pesawat, tidur sambil duduk, dan langsung jalan kaki kelayapan, belum sempat istirahat mulai terlihat. Capek saudara - saudara! Saya saja hanya sanggup foto dari kejauhan seadanya dengan background si piramid. Akhirnya diputuskan kita bakal naik bus, beli souvenir terus jalan ke Notre Dame. Karena rasanya tak sanggup naik turun tangga buat naik metro. Sella sempat cerita juga kalau jembatan Pont des Arts alias jembatan gembok cinta sudah nggak ada lagi, dirobohkan karena keberatan. Padahal lokasinya dekat. Sambil menanti bus hujan turun lagi.

ki -ka : Roy, Mas Herman, Sella, Saya.

Muka capek di Louvre.


mendung di atas Seine.

Tentu saja kalau jalan - jalan ke tempat atau kota famous macam Paris sebagai orang Indonesia nggak sah kalau nggak beli oleh - oleh hehehe. Jadi saya pun ikutan mampir ke toko langganan oleh - olehnya mas Herman. Yaitu toko Cina (bukannya rasis tapi beneran yang punya orang Cina dan barang - barangnya pun made in China) nggak jauh dari Hotel de Ville de Paris alias Balai Kota Paris, lupa nama daerahnya kayaknya daerahnya kaum gay. Jadi toko favorit buat belanja gantungan kunci, tempelan kulkas, mug, piring pajangan, scarf, bendera, nampan, kartu, tas dsb karena murah apalagi kalau beli banyak. Agak lama disini karena ya bayangin aja ada sekitar 25 orang masuk ke toko kecil sibuk milih - milih, nanya dan antri bayar. Oh iya di depan Hotel de Ville ini ada keran air minum. Langsung deh isi ulang botol minum.

Hotel de Ville de Paris.

Akhirnya Cathedral Notre Dame jadi pemberhentian terakhir jalan - jalan di Paris. Saya hanya foto - foto di depan gereja karena selain antrian masuk panjang, kami juga hanya sebentar disini. Di depan gereja Notre Dame ini ada titik nol Paris. Teman - teman lain banyak yang berfoto sambil menginjak titik nol ini sambil berharap bisa kembali lagi ke Paris. Saya sendiri lupa sempat nginjak atau nggak. Bukannya nggak kepengen balik lagi tapi setelah 4x kesini bareng rombongan misbud, saya cuma kepengen balik ke sini bareng keluarga, minimal sama ayang lah.

sampai naik ke tapal batu buat foto ini di Notre Dame.

Sayang memang nggak sempat mampir ke Sacre Cour alias Gereja putih di atas bukit, Moulin Rouge yang ada kincir angin dan bisa foto rok terangkat angin ala - ala Marlyn Monroe, Place de la Concorde ngeliat obelisk. Karena sudah mendekati waktu makan malam saya dan teman - teman balik ke hostel. Isi perut, istirahat ngelurusin badan, dan siap - siap buat perjalanan esok hari.  

Wednesday, September 27, 2017

hati - hati dengan keinginanmu!

Tenang aja ini bukan postingan berbau misteri kok. Ini soal salah satu keinginan saya yang saya ucapkan tak sengaja sambil lalu dan terwujud. Luar biasa, alhamdulillah, Allahu Akbar.

Jadi setelah tahun lalu mendadak bisa kerja sekaligus jalan - jalan ke Kalimantan Barat tepatnya Sukadana (kapan - kapan kalau rajin saya post), akhir tahun lalu sampai awal tahun ini jadi penata artistik pertunjukan dan akhirnya dipertengahan tahun ini saya berangkat ke Eropa sama tim misi budaya Liga Tari Universitas Indonesia sebagai Penata Artistik *sujud syukur. Kenapa saya segitu lebaynya? Yaiyalah sebagai emak - emak beranak satu yang berusia 6 tahun, saya nggak nyangka diizinkan suami berangkat ke Eropa selama nyaris 2 bulan, dengan proses persiapan sekitar 6 bulan. Bisa jadi ini hanya kesempatan satu - satunya. Iya sih saya disana kerja tapi tetap saja. Memang setelah punya anak saya juga pernah keluar negeri tapi hanya sebulan (karena izinnya juga cuma dapat sebulan) dengan kondisi si anak kecil baru berumur 2 tahun. Masih gampang diurus, belum sekolah dan nggak gitu merhatiin kemana emaknya pergi. Lah ini kan anak udah gede, udah bisa protes dan mau masuk SD saat saya masih di Eropa. Kebayang kan parnonya saya sebagai emak - emak tukang atur akan melewatkan momen hari - hari pertama anak kecil masuk SD, takut anaknya kenapa - napa. Manalagi belum tentu ayahnya inget ngirimin foto - foto anaknya sekolah. Maklum emak jaman sekarang kan kalau nggak posting hari pertama anak sekolah kurang gimanaa gitu hahaha. Lah jadi kemana - mana ya postingannya. Balik lagi ke ceritanya.

Dua tahun lalu saya ditawari berangkat misi budaya bersama Liga Tari dengan posisi sebagai Asisten Penata Artistik. Karena berbagai hal akhirnya saya menolak, salah satunya karena tidak bisa pergi lebih dari sebulan. Setelah itu banyak yang suka bertanya sama saya ketika bertemu, termasuk suami saya kalau dia lagi kepo soal nari - nari. "Kapan keluar lagi?", "Kapan misi budaya lagi?", "Masih di UI? Kapan misi budaya lagi?" "Masih nari - nari sama Liga Tari? Kapan keluar lagi?" Dan berkali - kali saya menerangkan status saya di Liga Tari dan kecil kemungkinan bisa berangkat sama Liga Tari sebagai penari karena saya sudah alumni. Kalau pun berangkat paling nggak posisi saya sebagai asisten penata artistik atau malah penata artistik. Yang mana saya tahu itu pun kemungkinannya kecil. Bukannya nggak pengen ya meskipun tanggung jawabnya gede juga. Tapi karena masih banyak juga yang lebih senior dan mampu daripada saya. Apalagi kalau misi budaya sama Liga Tari pasti lama lebih dari satu bulan, belum tentu juga saya diizinkan suami. Jadi ya kalau berangkat misi pun antara dengan grup sekolah lain dengan waktu sebentar seperti yang sebelumnya atau berangkat dengan tim profesional.  

Maka ketika tawaran sebagai penata artistik untuk tim misi budaya ini datang ke saya tahun lalu ketika saya lagi ngurusin pertunjukan Liga Tari juga, pertanyaan pertama saya adalah "Seriusan nawarin saya?" Bukan kenapa - napa saya bertanya seperti itu. Meskipun saya sudah lama bergabung di Liga Tari UI terus ikutan melatih, menurut saya, saya hanyalah remah - remah belaka dibandingkan senior - senior maupun teman pelatih lain. Kenapa saya bilang begitu? Karena saya merasa jam terbang saya sebagai penata artistik atau bahkan koreografer masih kurang banyak untuk menjadi penata artistik tim misi budaya Liga Tari yang nama dan prestasinya sudah malang melintang di berbagai festival Internasional. Belum lagi status saya yang menikah dan memiliki anak pasti akan punya konsekuensi tersendiri selama proses latihan berlangsung ataupun saat misi berlangsung. Intinya bukan keputusan yang mudah. Setelah ngobrol panjang lebar adu argumen sama sang Project Officer saya minta waktu karena harus izin suami dulu dan mencari pencerahan serta wangsit *eh. Ketika akhirnya saya mengiyakan saya masih antara percaya dan nggak percaya. Sampai akhirnya berangkat dan pesawat landing di Paris, salah satu junior saya berkata ke saya "Mbak kita beneran misi (budaya) nih!" Dan saya cuma bisa senyum lebar "Iya nih kita misi (budaya) ya!" Alhamdulillah. Salah satu mimpi saya terwujud.